"Tamu Rusia" di Nusantara
"Tamo Rus" (Tamu Rusia), demikian julukan yang diberikan orang Papua kepada Nikolai Mikluho-Maklai, seorang sarjana Rusia yang pernah menjelajahi Nusantara.
DOKTOR Nikolai Mikluho-Maklai, seorang sarjana etnografi dan antropologi Rusia, menjadi amat terkenal setelah ia meneliti kehidupan, adat-istiadat, dan kebudayaan penduduk setempat di Papua, Papua Niugini bagian timur laut (Provinsi Madang), bagian barat daya Irian Barat (Papua Kowiai), dan bagian tenggara Papua Niugini, termasuk Port Moresby, pada tahun 70-80-an abad ke-19.
Tidaklah kebetulan kalau pantai timur laut tempat mendarat sarjana Rusia itu tetap ditandai di peta Rusia sebagai "Pantai Mikluho-Maklai" dan di peta negeri-negeri Barat "Maklai Coast". Panjang pantai itu sekitar 100 kilometer.
Akan tetapi, di peta Jerman yang menduduki Papua Niugini, segera nama Mikluho- Maklai itu hilang pada permulaan abad ke-20. Di peta Australia yang mulai berkuasa di Papua Niugini setelah Jerman kalah dalam Perang Dunia I, nama Maklai Coast diganti juga dengan nama Rui Coast.
Tetapi sewaktu-waktu di kalangan pemerintahan Papua Niugini sekarang ini timbul diskusi mengenai pengembalian nama Pantai Mikluho-Maklai karena nama sarjana yang besar dan penjelajah gagah berani dari Rusia itu sangat dihormati.
Masa muda
Nikolai Mikluho-Maklai lahir dari keluarga seorang insinyur jalan kereta api Rusia di sebuah desa bernama Rozhdestvenskoye di daerah Novgorod pada 2 April 1846. Ayahnya ikut membangun jalan kereta api Moskwa-St Petersburg.
Nikolai berumur sebelas tahun ketika ayahnya meninggal dan keluarganya tinggal tanpa seseorang yang dapat mengongkosinya. Toh, Nikolai dapat dikirim untuk belajar ke sekolah.
Tahun 1863, Mikluho-Maklai muda memasuki Fakultas Fisika-Matematika Universitas St Petersburg. Namun, setahun kemudian ia dikeluarkan tanpa hak memasuki perguruan tinggi lain karena keikutsertaannya dalam pergerakan kaum oposisi pemuda. Pandangan hidup banyak mahasiswa waktu itu terpengaruh ide gerakan demokratis yang mulai tersebar di Rusia. Nikolai terpaksa meninggalkan Rusia dan berangkat ke Jerman.
Nikolai Mikluho-Maklai pernah belajar di Universitas Heidelberg tahun 1864, Universitas Leipzig tahun 1865, dan Universitas Yiena tahun 1866-1868. Di perguruan tinggi itu Mikluho-Maklai menguasai filsafat, antropologi, etnografi, dan zoologi. Banyak waktunya dibaktikan pada kunjungan ke museum-museum di kota-kota ini untuk mempelajari kekayaan ilmiahnya. Ia juga pernah ke Spanyol dan Italia, tempat ia tinggal untuk sementara waktu.
Mikluho-Maklai juga pernah ke London dan berkenalan dengan seorang sarjana, Tomas Heksly, serta menghadiri kuliahnya. Heksly dalam kenangannya menulis bahwa ia terkesan dengan bakat dan energi yang mengagumkan dari Mikluho-Maklai.
Penjelajahan pertama
Setelah mendapat gelar sarjana muda, Mikluho-Maklai mengadakan penjelajahan ilmiah pertama ke Kepulauan Kanari, kemudian menjelajah dengan berjalan kaki di Maroko. Tahun 1869 ia kelihatan di Suez dengan penelitian ilmiahnya.
Selama kunjungan ke pantai Laut Merah, ia untuk pertama kali melihat pasaran budak belian di Siakin dan Jiddah, hal mana tercatat dengan rasa kemarahan dalam buku catatannya.
Selama periode itu, sarjana Rusia ini mengumpulkan cukup banyak bahan dan ia kembali ke Rusia.
Penelitian ilmiah pertama Mikluho-Maklai dibaktikan pada soal anatomi bandingan bunga karang laut dan otak ikan hiu dan soal zoologi lainnya.
Selama penjelajahan ke Papua Niugini, ke daerah pedalaman Semenanjung Malaka (mengunjungi Trengganu, Kelantan, Pahang, Kota Johor), Mikluho-Maklai membuat catatan ilmiah mengenai suku bangsa Semang dan Sakai.
Mikluho-Maklai kemudian mengunjungi Filipina, kepulauan di Oceania dan Australia. Di mana-mana sarjana Rusia ini mengadakan penelitian etnografi dan antropologi. Penelitian itu, di samping penelitian geografi dan meteorologi, sampai waktu sekarang ini memiliki arti penting bagi ilmu pengetahuan dunia.
Kunjungi daerah impiannya
Namun, perhatian utama dicurahkan oleh Mikluho-Maklai pada penelitian orang Papua, segala aspek kehidupannya, di samping penelitian flora, fauna, dan geografi di daerah tempat ia tinggal. Masih sejak masa mudanya, Mikluho-Maklai memimpikan untuk mengenali kepulauan Melayu yang ajaib dan jauh.
Dua-tiga tahun lamanya (tahun 1871-1872, 1876-1877, dan 1883) sarjana Rusia ini hidup dan mengadakan riset ilmiah di Papua Niugini, yaitu di pesisir timur lautnya, dan selama empat bulan di daerah selatan Irian Barat (Papua Kowiai).
Yang mensponsori perjalanan pertama sebagian ialah Lembaga Geografi Rusia, tetapi uangnya yang disediakan sama sekali tidak cukup. Karena itu, ibu Mikluho-Maklai terpaksa menjual saham, kertas berharga, dan melelang barang keluarga.
Penjelajahan pertama Mikluho-Maklai diadakan dengan naik korvet Vityaz (Kesatria) yang berangkat dari St Petersburg, mengelilingi dunia dan akhirnya berlabuh di Papua Niugini, yakni di Teluk Astrolyabia, pada 19 September 1871.
Dalam catatannya, Mikluho-Maklai menulis, pada hari pertama kedatangannya, penduduk desa-desa yang berdekatan, yakni Gorendu, Bonggu, dan Bogatim, amat heran melihat "perahu besar" yang mengepulkan asap. Lagi pula, orangnya berkulit putih.
Orang Papua pertama yang ditemui Mikluho-Maklai ialah seseorang bernama Tui yang kemudian bersama anak laki-lakinya menjadi sahabat karib sarjana Rusia itu. Tetapi pada saat pertama Mikluho-Maklai diancam oleh delapan prajurit setempat yang berkulit sawo matang yang dipersenjatai dengan panah. Mereka semula mengarahkan anak panah ke arah dada dan muka Mikluho- Maklai, tetapi melihat sikap damai orang kulit putih itu, lama-kelamaan mereka menjadi tenang.
Mikluho-Maklai menggandeng tangan Tui dan berani pergi tak bersenjata sama sekali ke desa yang paling dekat letaknya untuk mengenali penghuninya. Mikluho-Maklai membagi-bagikan oleh-oleh kepada semua orang yang menemuinya dan pulang ke pantai di mana para pelaut dari Vityaz mulai mendirikan rumah kayu untuk Mikluho-Maklai yang berdekatan dengan Desa Bonggu. Rumah itu menjadi semacam "markas besar" Mikluho-Maklai. Ia tinggal bersama Ulson, seorang pemburu ikan paus dari Swedia, dan Boy, seorang dari Polinesia.
Vityaz berada di teluk selama beberapa hari lamanya, dan orang pribumi-setelah melihat sifat damai "tamu" yang aneh-akhirnya datang membawa oleh-oleh mereka: buah kelapa, setangkai pisang, dan buah tropis lainnya, juga seekor babi dan dua ekor anjing.
Para penduduk setempat bahkan berani naik kapal untuk mengenali perahu ajaib.
"Memikir dan berusaha mengerti suasana sekelilingnya, itulah tujuan saya semula," tulisnya dalam buku catatannya.
"Apa lagi yang saya perlukan? Di sebelah saya ada laut dengan batu karang, di sebelah lainnya ada hutan rimba raya penuh dengan kehidupan, dengan berbagai kekayaannya. Di kejauhan kelihatan pegunungan berbentuk aneh. Lagi pula langit berawan aneh juga. Saya berbaring di atas suatu pohon dan berpikir bahwa saya sampai pada tingkat peradaban awal yang harus membawa saya sampai di tujuan".
Selama berada di daerah timur laut Papua Niugini, Mikluho-Maklai lama-kelamaan bersahabat dengan banyak orang dari berbagai suku bangsa. Dia diundang dan ikut dalam berbagai perayaan dan upacara. Karena itu, ia dapat mempelajari langsung adat-istiadat dan bahasa suku bangsa Papua.
Mikluho-Maklai pernah merawat penduduk pribumi dan bahkan beberapa kali menyelamatkan nyawa hidup orang yang sakit parah atau cedera selama menebang pohon.
Ia juga membagikan pengetahuannya kepada orang Papua pribumi, misalnya cara menggunakan paku, mengail dengan mata kail yang dibagikan kepada kenalannya masing-masing. Sebaliknya, orang Papua sering membawa ikan yang dikail dengan cara mereka sendiri kepada Mikluho-Maklai.
"Tidak ada sesuatu yang baru," begitu dicatat Mikluho- Maklai. "Pagi saya menjadi seorang sarjana zoologi, kemudian jika ada orang yang sakit saya menjadi dokter, koki, ahli obat, tukang cat, bahkan tukang cuci. Pokoknya, master di segala bidang dan urusan."
Sarjana Rusia ini membuat banyak lukisan potret orang Papua, alat-alatnya yang sederhana, seperti kapak batu, cangkul, patung dewa pujaan Papua, dan gambar pemandangan sekitar.
Menghargai adat-istiadat
Mikluho-Maklai tak mengecualikan bahwa ada masa dahulu kala ketika orang Papua mengenal logam dan kebudayaannya lebih maju dan bangsa itu berdiri di anak tangga sivilisasi yang lebih maju. Tetapi setelah "masa sejarah kepahlawanan mereka berakhir", orang Papua terpaksa hidup sesuai keadaan alam. Mereka ganti cara cocok tanam, menyederhanakan adat-istiadat.
"Saya kagum dengan hubungan yang amat baik dan sopan santun yang dimiliki orang setempat," tulis Mikluho-Maklai. "Sifat ramah-tamah mereka dengan istri dan anak-anak. Saya belum pernah melihat sesuatu perselisihan atau pertengkaran di antaranya. Saya juga belum pernah mendengar mengenai sesuatu pencurian atau pembunuhan di desa. Dalam komunitas ini tidak ada bos, tidak ada juga yang kaya dan yang miskin, karena itu tidak ada rasa iri hati atau kebencian."
Mikluho-Maklai mencatat moral tinggi orang Papua dan menulis bahwa putri setempat, misalnya, "secara susila dapat pantas bersaingan dengan putri Eropa yang dididik munafik dan munafik buatan".
Setelah lama berada di Papua, Mikluho-Maklai memutuskan untuk memberikan kepada suatu kepulauan setempat nama yang pantas diberikan, yaitu "Kepulauan Orang Senang".
Waktu berpisah
Karena belum ada sesuatu kabar tentang Mikluho-Maklai di Eropa, media massa Inggris bahkan menulis bahwa ia sudah tewas. Maka, orang setanah air mencarinya dengan mengirim "Izumrud" (Jamrud), suatu kapal bertiang tiga.
Ketika kapal itu sampai di Teluk Astrolyabia, terdengar pekik "Hurrah" dari seluruh regu karena mereka melihat Mikluho-Maklai masih hidup.
Waktu berpisah memang amat mengharukan. Banyak delegasi dari desa-desa sekitarnya datang kepada Mikluho-Maklai untuk meminta dia tidak pergi.
Dengan naik kapal Izumrud, Mikluho-Maklai mengunjungi Kepulauan Maluku, yaitu pulau Tidore dan Ternate, di mana ia membuat penelitian yang baru lagi.
Bahkan ketika singgah ke Manila, Filipina, sarjana itu pernah naik pegunungan untuk meneliti suku bangsa Negritos yang berbadan kecil, berkulit sawo matang, yang tidak tinggi badannya. Ternyata, menurut adat-istiadat dan sifatnya, mereka serupa dengan orang Papua.
Setelah tiba di Batavia (kini Jakarta), Mikluho-Maklai mengunjungi Buitenzorg (Bogor) di mana ia beristirahat dan pernah diterima Gubernur Jenderal Hindia Belanda di istana yang terletak di Kebun Raya Bogor.
Mikluho-Maklai kali ketiga yang terakhir pulang ke pantainya tahun 1883. Ia disambut dengan gembira, tidak saja oleh laki-laki, tetapi juga oleh perempuan yang membawa anaknya dari desa berdekatan. Dan hubungan sarjana Rusia dengan orang Papua menjadi mesra sekali. Mereka membantu Mikluho-Maklai membikin rumah yang baru, membersihkan lapangan, membawa muatan yang diperlukan. Dan kali ini berkat keramahtamahan orang Papua, sarjana Rusia ini sempat membuat penelitian yang amat berharga.
Pada bulan Februari 1884 Mikluho-Maklai berangkat kembali ke Papua, kali ini ke bagian selatan (Papua Kowiai). Tetapi di sana relatif tidak lama karena kesehatannya agak terganggu. Ia kembali lagi ke Buitenzorg untuk memulihkan kesehatannya.
Sergey Zorin Moskwa